Minggu, 03 Desember 2017




Sejarah dari klenteng tertua di Surabaya, yang akan di bahas pertama yaitu Klenteng Hong Tiek Hian dan Klenteng Boen Bio. Apa itu klenteng? Klenteng adalah sebutan dari tempat ibadah yang didalamnya menganut kepercayaan tradisional dari Tionghoa, nama lain klenteng ialah kelenteng tetapi masyarakat pada umumnya menyebutnya klenteng, Di Indonesia sendiri penganut kepercayaan tradional Tionghoa sering disamakan oleh masyarakat bahwa itu sebagai penganut agama konghucu.
                                                                





Pertama kali kita membahas tentang Klenteng Hong Tiek Hian  

Kelenteng Hong Tiek Hian Surabaya yang juga dikenal dengan nama Kelenteng Jalan Dukuh, sempat terlewati sehingga kendaraan besar parkir agak jauh dari kelenteng, dan kami berjalan kaki menuju kelenteng. Kelenteng Hong Tiek Hian tidak memiliki halaman, hanya terdiri dari dua bangunan berdekatan yang dipisahkan oleh sebuah gang yang kecil.
Kelenteng Hong Tiek Hian merupakan kelenteng tertua di Kota Surabaya,
Klenteng tua Hong Tiek Hian ini dibangun oleh pasukan Tar-Tar dari Mongolia, ketika di Surabaya sebelumnya menyerang prabu jayakatwang dari Kediri. Pada saat itu Mongolia dipimpin oleh kaisar Ku Bhi Khan yang sangat hebat dan di seganni oleh masyaraatnya, sang Raja yang menjadi arsitek untuk membangun klenteng saat singgah di Surabaya saat itu tentara Tar-Tar sempat mendirikan tempat ibadah yang hingga saat ini masih tetap difungsikan sebagai klenteng umat beraliran Konghucu, Budha dan tao. Salah seorang penjaga klenteng (juru kunci) mengatakan bahwa kedatangan pasukan Tar-Tar ke Surabaya atas perintah sang kaisar yang sedang marah besar terhadap kertanegara, raja terakhir singosari (Malang). Karena kertanegara telah berani memotong telinga sang utusan Ku Bhi Lai Khan. Pada waktu  itu Pasukan Tar-Tar yang melakukan ekspedisi ke Nusantara ketika Khu Bilai Khan yang berkuasa, Hancurnya Kerajaan Kediri oleh Pasukan Tar Tar ini menghilangkan ancaman bagi Majapahit yang belum lama didirikan oleh Raden Wijaya. Pasukan Tar Tar sendiri kemudian berhasil diusir oleh Pasukan Majapahit. Inilah sekilas cerita singkat sejrah berdirinya Klenteng Hong Tiek Hian.
Kami melihat klenteng dari depan yang disambut oleh menara tempat pembakaran kertas sembahyang (Kim Lo) di sebelah kiri dan sebuah gapura bertuliskan huruf Cina di bagian depan. Ornamen-ornamen kelenteng menghiasi tepi kiri kanan gang II di Jalan Dukuh. Ketika masuk ke dalam Kelenteng Hong Tiek Hian melalui gang tersebut, yaitu Jl Dukuh GG.II. Mula-mula masuk ke bangunan kelenteng yang berada di sebelah kanan gang, dan lalu menyeberang gang dan masuk ke bangunan kelenteng yang kedua.
jika kita melihat di sekeliling pintu masuk kedalam klenteng, kita disambut oleh adanya ukiran disekitar tembok yang bergambar sepasang naga tengah berebut mustika alam semesta yang tengah menyala, matahari. Ukiran naga selalu ada di sebuah kelenteng yang dipercaya berfungsi sebagai penolak roh jahat.
 Didepan pintu masuk klenteng sebelah kanan adanya dua arca dewa yang berada di pintu masuk ke bangunan yang berada di sebelah kanan, serta tulisan Cina yang diapit sepasang naga emas di atasnya dan ada juga patung-patung dewa bersenjatakan berbagai jenis tombak dan pedang di kiri kanan lorong. Hio lo( sebuah tempat hio ) terdapat di depan masing-masing patung ini.
Didalam ruangan klenteng banyak sepasang pilar yang terukir bentuk naga hijau dan sepasang burung hong berhadapan mengapit mustika matahari yang menyala. sebuah spesies burung dalam mitologi Tiongkok, burung hong  Yang jantan disebut feng dan betina disebut huang. Dalam masa sekarang ini perbedaan kelamin tersebut jarang lagi dipakai. Fenghuang kerap ditemukan berpasangan dengan naga yang memiliki konotasi jantan
Burung Hong yang lahir kembali dari abunya setelah tua dan terbakar sendiri, memiliki jengger ayam jantan, paruh burung layang-layang, ekor merak yang menjumbai, dengan bulu-bulu yang sangat indah. Konon Burung Hong hanya muncul ketika negara dalam keadaan makmur sentosa dan diperintah oleh seorang raja adil, Lima warna bulu Burung Hong melambangkan lima pokok kebajikan dalam agama Konghucu, yaitu Cinta Kasih (Jien), Menjunjung Kebenaran (Gi), Memiliki Kesusilaan (Lee), Bijaksana / Cerdas (Ti), dan Dapat Dipercaya (Sien).
Setelah itu jika kita masuk kedalam ruangan yang sebelah kiri untuk menuju kelantai 2, kita di sambut oleh banyaknya deretan lilin menyala warna merah berukuran sangat besar. Posisi kiri kanan melambangkan keseimbangan Yin Yang, dan lilin melambangkan penerangan batin, sehingga harus selalu menyala sepanjang waktu. Warna merah, warna darah manusia, melambangkan kehidupan, ruangan ini bertujuan untuk tempat melakukan kontak dengan para arwah yang dipuja, Jika asap hio yang dibakar arahnya lurus ke atas, maka doa yang dipanjatkan konon langsung diterima. 
Di klenteng Ini ketika di kunjungi yang tengah memainkan wayang Pho Tee Hi, kita sempat berdiri agak lama di depan tempat pentas wayang Pho Tee Hi ini, yang cara memainkannya menyerupai boneka si Unyil, namun sangat di sayangkan tidak bisa menangkap jalan ceritanya, karena isi jalan ceritanya menceritakan tentang peperangan pada waktu dulu kalah, di sekitar pentas wayang kita melihat  terdapat banyaknya batang-batang hio tertancap di hio lo ( sebuah tempat hio ) berbentuk trapesium. Kebanyakan hio lo ( sebuah tempat hio ) yang kita jumpai berbentuk bulat, dengan ukiran naga di kanan kirinya.
Hio lo ( sebuah tempat hio ) yang diletakkan di depan pintu kelenteng biasanya adalah hio lo Thian (Tuhan), yang berkaki tiga, berbentuk bulat dan berukir naga. Hio lo Thian ini harus digantung atau diletakkan pada sebuah alas yang lebih tinggi posisinya dari lantai pada bangunan utama kelenteng dengan pilar-pilar naga, lampu minyak, deretan tempat-tempat lilin berbentuk bulat, dan pernak-pernik kelenteng lainnya.
Di dalam Klenteng Hong Tiek Hian juga terdapat genta (lonceng) dan Tambur, dimana 2 alat ini berfungsi sebagai persiapan sebelum dimulainya sebuah perayaan sembahyangan, atau dibeberapa tempat lainnya dapat diartikan untuk memberitahukan kepada para Shen Ming bahwa akan ada sebuah peribadatan (acara sembahyangan),  dipercaya juga suara genta dan tambur dapat terdengar sampai dialam lain, selain alam manusia. Jumlah pukulan genta biasa nya disesuaikan dengan waktu dimulainya upacara sembahayangan. Sementara, di lantai 2 terdapat Altar untuk Buddha, Dewi Kwan In dan beberapa dewi-dewi lainnya. Selain itu meja Altar dihias ornament sesuai dengan Shen Ming yang berada diatasnya, missal kan Shen tersebut termasuk/mendapat gelar raja maka biasa dipasang atribut Liong (Naga), untuk Altar Buddha biasa di pasang atribut teratai dan lain-lain.Pembangunan klenteng ini terjadi berkenaan dengan ekspedisi Pasukan Tar Tar yang berasal dari Mongolia. Meskipun pada akhirnya Pasukan Tar Tar yang merupakan utusan Kubilai Khan berhasil dipukul mundur prajurit Majapahit, Klenteng Hong Tiek Hian ini masih berdiri kokoh hingga kini. Klenteng tertua di Surabaya ini juga dikenal sebagai lokasi pusat peribadatan warga Tionghoa di kota Pahlawan. Terlebih pada saat merayakan hari besar seperti Hari Imlek. Bangunan ini pun bakal diramaikan oleh orang-orang Tionghoa dari berbagai penjuru Surabaya.











Kedua akan membahas tentang sejarah Klenteng Boen Bio

Klenteng yang awalnya bernama Klenteng Boen Thjian Soe ini didirikan pada tahun 1883 oleh dua orang Tionghoa, yaitu Go Tik Lie dan Lo Toen Siong, di areal lahan yang lumayan luas atas pemberian Mayor The Toan Ing di daerah Kapasan Dalam, daerah Kapasan yang berada di tengah perkampungan. Pembangunannya dikerjakan oleh insinyur dari Tiongkok.
Pada 1906 dilakukan pemugaran, dan segera dibangun klenteng yang lebih representatif. Pembangunan klenteng tersebut bisa berjalan dengan baik karena adanya bantuan para donator yang kini namanya diabadikan di prasasti yang menempel di bangunan tersebut. Pada 1907, klenteng tersebut mulai diresmikan, dan namanya menjadi Boen Bio. Boen dalam bahasa Fujian berarti sastra atau budaya, Bio dalam bahasa Fujian berarti kuil. Jadi, Boen Bio berarti Kuil Kesusasteraan. Klenteng Boen Bio memang pada awalnya dibuat untuk memuja Boen Tjhiang, Dewa Kesusasteraan, dan Khonghucu. Namun, patung Boen Tjhiang telah dipindahkan ke Klenteng yang ada di Kampung Dukuh.
Klenteng Boen Bio konon kabarnya merupakan satu-satunya klenteng yang khusus diperuntukkan bagi agama Khonghucu di Asia Tenggara. Sebagai klenteng Konghucu, di sini tidak ada patung-patung dewa-dewa maupun Sang Buddha, yang ada justru patung Khonghucu atau lebih dikenal dengan sebutan Nabi Khong Co. Khonghucu adalah seorang pemikir dari China yang menekankan pentingnya kejujuran, keadilan, dan ketulusan. Namun, Khonghucu sendiri sebenarnya lebih merupakan suatu filsafat dari pada agama.
Klenteng ini merupakan saksi bisu pertahanan terakhir dari kejayaan aliran Khonghucu di Surabaya di tengah perubahan zaman, budaya, dan politik di sebagian penganutnya yang lebih memilih beralih ke kepercayaan yang lainnya.
Seperti bangunan klenteng pada umumnya, klenteng Boen Bio juga menggunakan arsitektur khas China. Di bagian depannya terdapat empat pilar berukiran naga dengan detail ornamen dan warna kuning emas biru laut yang sangat indah, lima pintu, dan enam jendela pintu. Sementara itu, di bagian ruang utama terdapat dua pilar yang juga berhiaskan ukiran naga. Uniknya, di bagian tengah ruang utama terdapat sederetan bangku di kiri kanannya dengan fokus menghadap ke altar untuk memuja Khonghucu. Klenteng Boen Bio ini tergolong bangunan klenteng yang lumayan besar luas bangunannya yang berdiri di atas tanah seluas. Namun, klenteng ini tidak memiliki lahan yang cukup untuk areal parkir bahkan klenteng ini boleh dikata terlalu mepet dengan Jalan Kapasan.

Menurut yang saya lihat kedua klenteng ini sangat menjaga kebersihan yang ada di sana dan juga cagar budaya tetap dijaga kelestarian agar tidak terlupakan oleh perkembangan zaman. Kita sebagai generasi muda kita juga harus ikut menjaganya dengan selalu melestarikannya dengan cara mengunjunginya daan mempelajari sejarahnya.