Sejarah dari klenteng tertua di Surabaya, yang akan di
bahas pertama yaitu Klenteng Hong Tiek
Hian dan Klenteng Boen Bio. Apa
itu klenteng? Klenteng adalah
sebutan dari tempat ibadah yang didalamnya menganut kepercayaan tradisional
dari Tionghoa, nama lain klenteng ialah
kelenteng tetapi masyarakat pada
umumnya menyebutnya klenteng, Di Indonesia sendiri penganut kepercayaan
tradional Tionghoa sering disamakan oleh masyarakat bahwa itu sebagai penganut
agama konghucu.
Pertama
kali kita membahas tentang Klenteng Hong
Tiek Hian
Kelenteng Hong Tiek Hian Surabaya yang juga dikenal dengan nama Kelenteng Jalan Dukuh, sempat
terlewati sehingga kendaraan besar parkir agak jauh dari kelenteng, dan kami
berjalan kaki menuju kelenteng. Kelenteng Hong Tiek Hian tidak memiliki
halaman, hanya terdiri dari dua bangunan berdekatan yang dipisahkan oleh sebuah
gang yang kecil.
Kelenteng Hong Tiek Hian merupakan
kelenteng tertua di Kota Surabaya,
Klenteng tua Hong Tiek Hian ini
dibangun oleh pasukan Tar-Tar dari Mongolia, ketika di Surabaya sebelumnya
menyerang prabu jayakatwang dari Kediri. Pada saat itu Mongolia dipimpin oleh
kaisar Ku Bhi Khan yang sangat hebat dan di seganni oleh masyaraatnya, sang
Raja yang menjadi arsitek untuk membangun klenteng saat singgah di Surabaya
saat itu tentara Tar-Tar sempat mendirikan tempat ibadah yang hingga saat ini
masih tetap difungsikan sebagai klenteng umat beraliran Konghucu, Budha dan
tao. Salah seorang penjaga klenteng (juru kunci) mengatakan bahwa kedatangan
pasukan Tar-Tar ke Surabaya atas perintah sang kaisar yang sedang marah besar
terhadap kertanegara, raja terakhir singosari (Malang). Karena kertanegara
telah berani memotong telinga sang utusan Ku Bhi Lai Khan. Pada waktu itu Pasukan Tar-Tar yang melakukan ekspedisi
ke Nusantara ketika Khu Bilai Khan yang berkuasa, Hancurnya Kerajaan Kediri
oleh Pasukan Tar Tar ini menghilangkan ancaman bagi Majapahit yang belum lama
didirikan oleh Raden Wijaya. Pasukan Tar Tar sendiri kemudian berhasil diusir
oleh Pasukan Majapahit. Inilah sekilas cerita singkat sejrah berdirinya
Klenteng Hong Tiek Hian.
Kami melihat klenteng dari depan
yang disambut oleh menara tempat pembakaran kertas sembahyang (Kim Lo) di
sebelah kiri dan sebuah gapura bertuliskan huruf Cina di bagian depan.
Ornamen-ornamen kelenteng menghiasi tepi kiri kanan gang II di Jalan Dukuh. Ketika masuk ke dalam Kelenteng Hong Tiek Hian
melalui gang tersebut, yaitu Jl Dukuh GG.II. Mula-mula masuk ke bangunan
kelenteng yang berada di sebelah kanan gang, dan lalu menyeberang gang dan
masuk ke bangunan kelenteng yang kedua.
jika kita melihat di sekeliling
pintu masuk kedalam klenteng, kita disambut oleh adanya ukiran disekitar tembok
yang bergambar sepasang naga tengah berebut mustika alam semesta yang tengah
menyala, matahari. Ukiran naga selalu ada di sebuah kelenteng yang dipercaya
berfungsi sebagai penolak roh jahat.
Didepan pintu masuk klenteng sebelah kanan adanya dua arca dewa yang berada di pintu masuk ke bangunan
yang berada di sebelah kanan, serta tulisan Cina yang diapit sepasang naga emas
di atasnya dan ada juga patung-patung dewa bersenjatakan berbagai jenis tombak
dan pedang di kiri kanan lorong. Hio lo( sebuah tempat hio ) terdapat di depan
masing-masing patung ini.
Didalam ruangan klenteng banyak
sepasang pilar yang terukir bentuk naga hijau dan sepasang burung hong
berhadapan mengapit mustika matahari yang menyala. sebuah spesies burung
dalam mitologi Tiongkok, burung hong
Yang jantan disebut feng dan betina disebut huang. Dalam masa
sekarang ini perbedaan kelamin tersebut jarang lagi dipakai. Fenghuang kerap
ditemukan berpasangan dengan naga yang memiliki konotasi jantan
Burung Hong yang lahir kembali dari
abunya setelah tua dan terbakar sendiri, memiliki jengger ayam jantan, paruh
burung layang-layang, ekor merak yang menjumbai, dengan bulu-bulu yang sangat
indah. Konon Burung Hong hanya muncul ketika negara dalam keadaan makmur
sentosa dan diperintah oleh seorang raja adil, Lima warna bulu Burung Hong
melambangkan lima pokok kebajikan dalam agama Konghucu, yaitu Cinta Kasih
(Jien), Menjunjung Kebenaran (Gi), Memiliki Kesusilaan (Lee), Bijaksana /
Cerdas (Ti), dan Dapat Dipercaya (Sien).
Setelah
itu jika kita masuk kedalam ruangan yang
sebelah kiri untuk menuju kelantai 2, kita di sambut oleh banyaknya deretan
lilin menyala warna merah berukuran sangat besar. Posisi kiri kanan
melambangkan keseimbangan Yin Yang, dan lilin melambangkan penerangan batin,
sehingga harus selalu menyala sepanjang waktu. Warna merah, warna darah manusia,
melambangkan kehidupan, ruangan ini bertujuan untuk tempat melakukan kontak
dengan para arwah yang dipuja, Jika asap hio yang dibakar arahnya lurus ke
atas, maka doa yang dipanjatkan konon langsung diterima.
Di
klenteng Ini ketika di kunjungi yang tengah
memainkan wayang Pho Tee Hi, kita sempat berdiri agak lama di depan tempat
pentas wayang Pho Tee Hi ini, yang cara memainkannya menyerupai boneka si
Unyil, namun sangat di sayangkan tidak bisa menangkap jalan ceritanya, karena
isi jalan ceritanya menceritakan tentang peperangan pada waktu dulu kalah, di
sekitar pentas wayang kita melihat terdapat banyaknya batang-batang hio tertancap
di hio lo ( sebuah tempat hio ) berbentuk trapesium. Kebanyakan hio lo ( sebuah
tempat hio ) yang kita jumpai berbentuk bulat, dengan ukiran naga di kanan
kirinya.
Hio lo ( sebuah tempat hio ) yang
diletakkan di depan pintu kelenteng biasanya adalah hio lo Thian (Tuhan), yang
berkaki tiga, berbentuk bulat dan berukir naga. Hio lo Thian ini harus
digantung atau diletakkan pada sebuah alas yang lebih tinggi posisinya dari
lantai pada bangunan utama kelenteng dengan pilar-pilar naga, lampu minyak,
deretan tempat-tempat lilin berbentuk bulat, dan pernak-pernik kelenteng
lainnya.
Di dalam Klenteng Hong
Tiek Hian juga terdapat genta (lonceng) dan Tambur, dimana 2 alat ini berfungsi
sebagai persiapan sebelum dimulainya sebuah perayaan sembahyangan, atau
dibeberapa tempat lainnya dapat diartikan untuk memberitahukan kepada para Shen
Ming bahwa akan ada sebuah peribadatan (acara sembahyangan), dipercaya juga suara genta dan tambur dapat
terdengar sampai dialam lain, selain alam manusia. Jumlah pukulan genta biasa
nya disesuaikan dengan waktu dimulainya upacara sembahayangan. Sementara, di lantai 2 terdapat
Altar untuk Buddha, Dewi Kwan In dan beberapa dewi-dewi lainnya. Selain
itu meja Altar dihias ornament sesuai dengan Shen Ming yang berada diatasnya,
missal kan Shen tersebut termasuk/mendapat gelar raja maka biasa dipasang
atribut Liong (Naga), untuk Altar Buddha biasa di pasang atribut teratai dan
lain-lain.Pembangunan klenteng ini terjadi
berkenaan dengan ekspedisi Pasukan Tar Tar yang berasal dari Mongolia. Meskipun
pada akhirnya Pasukan Tar Tar yang merupakan utusan Kubilai Khan berhasil
dipukul mundur prajurit Majapahit, Klenteng Hong Tiek Hian ini masih berdiri
kokoh hingga kini. Klenteng tertua di Surabaya ini juga dikenal sebagai lokasi
pusat peribadatan warga Tionghoa di kota Pahlawan. Terlebih pada saat merayakan
hari besar seperti Hari Imlek. Bangunan ini pun bakal diramaikan oleh
orang-orang Tionghoa dari berbagai penjuru Surabaya.
Kedua akan membahas tentang sejarah Klenteng Boen Bio
Klenteng
yang awalnya bernama Klenteng
Boen Thjian Soe ini didirikan pada tahun 1883 oleh dua
orang Tionghoa, yaitu Go
Tik Lie dan
Lo Toen Siong, di areal lahan yang lumayan luas atas pemberian Mayor The
Toan Ing di
daerah Kapasan Dalam, daerah Kapasan yang berada di tengah perkampungan.
Pembangunannya dikerjakan oleh insinyur dari Tiongkok.
Pada
1906 dilakukan pemugaran, dan segera dibangun klenteng yang lebih
representatif. Pembangunan klenteng tersebut bisa berjalan dengan baik karena
adanya bantuan para donator yang kini namanya diabadikan di prasasti yang
menempel di bangunan tersebut. Pada 1907, klenteng tersebut mulai diresmikan,
dan namanya menjadi Boen
Bio. Boen dalam bahasa
Fujian berarti sastra atau budaya, Bio dalam bahasa Fujian berarti kuil.
Jadi, Boen Bio berarti Kuil
Kesusasteraan.
Klenteng Boen Bio memang pada awalnya dibuat untuk memuja Boen Tjhiang, Dewa
Kesusasteraan, dan Khonghucu. Namun, patung Boen Tjhiang telah dipindahkan ke
Klenteng yang ada di Kampung Dukuh.
Klenteng
Boen Bio konon kabarnya merupakan satu-satunya klenteng yang khusus
diperuntukkan bagi agama Khonghucu di Asia Tenggara. Sebagai klenteng Konghucu,
di sini tidak ada patung-patung dewa-dewa maupun Sang Buddha, yang ada justru
patung Khonghucu atau lebih dikenal dengan sebutan Nabi Khong Co. Khonghucu
adalah seorang pemikir dari China yang menekankan pentingnya kejujuran,
keadilan, dan ketulusan. Namun, Khonghucu sendiri sebenarnya lebih merupakan
suatu filsafat dari pada agama.
Klenteng
ini merupakan saksi bisu pertahanan terakhir dari kejayaan aliran Khonghucu di
Surabaya di tengah perubahan zaman, budaya, dan politik di sebagian penganutnya
yang lebih memilih beralih ke kepercayaan yang lainnya.
Seperti
bangunan klenteng pada umumnya, klenteng Boen Bio juga menggunakan arsitektur
khas China. Di bagian depannya terdapat empat pilar berukiran naga dengan
detail ornamen dan warna kuning emas biru laut yang sangat indah, lima pintu,
dan enam jendela pintu. Sementara itu, di bagian ruang utama terdapat dua pilar
yang juga berhiaskan ukiran naga. Uniknya, di bagian tengah ruang utama
terdapat sederetan bangku di kiri kanannya dengan fokus menghadap ke altar
untuk memuja Khonghucu. Klenteng Boen Bio ini tergolong bangunan klenteng yang
lumayan besar luas bangunannya yang berdiri di atas tanah seluas. Namun,
klenteng ini tidak memiliki lahan yang cukup untuk areal parkir bahkan klenteng
ini boleh dikata terlalu mepet dengan Jalan Kapasan.
“Menurut yang saya lihat kedua klenteng ini sangat menjaga kebersihan yang ada di
sana dan juga cagar budaya tetap dijaga kelestarian agar tidak terlupakan oleh
perkembangan zaman. Kita sebagai generasi muda kita juga harus ikut menjaganya
dengan selalu melestarikannya dengan cara mengunjunginya daan mempelajari
sejarahnya.”